Cerpen Keren: Air Mata Yang Membeku Di Balik Tirai

Langit Kota Chang'an malam itu memudar menjadi abu-abu, sama seperti hati Bai Lianhua. Dulu, ia adalah putri kesayangan Perdana Menteri, tunangan Putra Mahkota yang dipuja. Sekarang, ia hanya seonggok debu, dibuang ke biara terpencil setelah dijebak atas pengkhianatan yang tak pernah ia lakukan. CINTA dan kekuasaan, dua hal yang ia kira akan menjadi pondasi hidupnya, justru meremukkannya hingga tak bersisa.

Lianhua duduk di depan jendela biara yang dingin, salju menempel di kaca seperti ingatan pahit yang enggan pergi. Wajahnya, dulu dipuja karena kecantikannya, kini pucat pasi dengan bekas luka kecil di dekat bibir – sisa pukulan dari seorang kasim yang diperintah oleh permaisuri. Matanya, bagai danau yang tenang, menyimpan badai yang tak seorang pun bisa lihat.

Di biara itulah, di antara lantunan doa dan aroma dupa, Lianhua menemukan dirinya yang baru. Ia belajar seni bela diri dari seorang biarawati tua yang ternyata mantan jenderal wanita. Ia mempelajari strategi perang, bukan untuk merebut tahta, tapi untuk melindungi dirinya sendiri. Ia merenungkan Kitab Perubahan, mencari MAKNA di balik setiap garis dan titik.

Bertahun-tahun berlalu. Bai Lianhua yang lemah lembut telah tiada. Yang tersisa adalah Lianhua yang BERTEKAD, seorang wanita dengan ketenangan mematikan yang mampu membuat para jenderal gemetar. Kelembutannya bukan lagi kelemahan, melainkan senjata yang lebih ampuh dari pedang. Ia bagaikan bunga teratai yang tumbuh di antara lumpur, kecantikannya tak lekang, namun akarnya kokoh menembus kegelapan.

Lianhua kembali ke Kota Chang'an bukan sebagai Bai Lianhua yang dulu. Ia menggunakan nama samaran, memasuki istana sebagai seorang guru tari yang diremehkan. Ia mengamati, ia mempelajari, ia menyusun rencana. Balas dendamnya bukan tentang teriakan dan darah, melainkan tentang KEADILAN yang dingin dan terukur.

Ia membongkar konspirasi permaisuri satu per satu, menyebarkan benih keraguan di hati kaisar, dan mengungkap kebusukan para pejabat korup. Setiap langkahnya dilakukan dengan keanggunan seorang penari, namun efeknya seperti gempa bumi yang menghancurkan fondasi istana. Putra Mahkota, tunangannya dulu, kini hanyalah boneka yang terombang-ambing dalam kekacauan.

Saat tirai kebenaran akhirnya tersingkap, ketika semua pengkhianat terpojok, Lianhua berdiri di depan mereka, bukan dengan amarah yang membara, melainkan dengan senyum tipis yang MEMBEKUKAN.

"Kalian telah menghancurkan hidupku, merebut segalanya dariku," ucapnya dengan suara pelan namun penuh kuasa. "Sekarang, giliran kalian yang merasakan kehilangan."

Ia tidak membunuh mereka. Ia hanya membiarkan mereka merasakan konsekuensi dari perbuatan mereka, menyaksikan keruntuhan kerajaan yang mereka bangun di atas dusta dan darah. Ia membiarkan mereka hidup dalam penyesalan dan ketidakberdayaan.

Lianhua meninggalkan istana, berjalan melewati gerbang kota yang megah, menuju cakrawala yang luas. Angin berhembus menerpa rambutnya yang tergerai. Di balik tirai yang dulu memenjarakannya, kini ia menemukan kebebasan yang sejati. Luka-lukanya masih terasa, tapi keindahannya justru semakin bersinar.

Dan kini, dengan tatapan setajam pisau dan hati sedalam samudera, dia berjalan menuju takdirnya sendiri, yang akhirnya… IA CIPTAKAN SENDIRI!

You Might Also Like: Produk Skincare Rekomendasi Dokter Beli

Post a Comment