Harus Baca! Aku Adalah Dosa Yang Ia Doakan Setiap Malam

Pendar rembulan menelusup masuk, membelai wajahnya yang pucat. Wangi cendana dan dupa menyatu, menciptakan suasana sakral di kamarnya. Setiap malam, di bawah lindungan langit yang bertabur bintang, ia berlutut, merapalkan doa-doa yang sama. Doa-doa untuk diriku.

Dulu, ia adalah Kaisar yang agung, memerintah dengan tangan besi dan hati yang dingin. Aku, adalah seorang pelukis istana, seorang wanita rendahan yang terjebak dalam labirin aturan dan ambisinya. Cintaku padanya adalah dosa yang terukir dalam setiap sapuan kuas, setiap warna yang kutorehkan di atas kanvas.

Malam ini, ia memanggilku lagi.

"Lianhua," bisiknya, suaranya parau. "Maafkan aku."

Sudah bertahun-tahun sejak malam terkutuk itu. Malam ketika ia, demi kekuasaan dan tahta, menikahkan aku dengan seorang jenderal tua dan bengis. Malam ketika janji-janji manisnya hancur berkeping-keping, seperti kaca yang dijatuhkan dari ketinggian. Malam ketika hatiku membeku menjadi sebongkah es abadi.

Aku tidak menjawab. Aku hanya berdiri di ambang pintu, siluetku terbingkai oleh cahaya bulan. Gaun sutra putih yang kupakai terasa dingin di kulitku. Aku bukan Lianhua yang dulu. Lianhua yang mencintainya, Lianhua yang rela memberikan segalanya. Lianhua itu sudah mati.

"Aku tahu, aku telah menghancurkanmu," lanjutnya, air mata mengalir di pipinya yang berkerut. "Aku tahu, aku pantas dihukum. Tapi percayalah, Lianhua... setiap malam aku berdoa, berharap kau bisa memaafkanku."

Air mataku tidak menetes. Emosi di dalam diriku telah lama mati rasa. Yang tersisa hanyalah kekosongan yang menganga, diisi oleh dendam yang tumbuh subur seperti bunga mawar hitam.

"Dulu, aku mengagumimu karena kehebatanmu. Kekuatanmu. Sekarang..." aku berhenti sejenak, membiarkan kata-kata itu menggantung di udara yang pengap. "...sekarang, aku hanya melihat seorang pria tua yang menyesali keputusannya. Seorang pria yang terlambat menyadari apa yang telah ia hilangkan."

Ia menundukkan kepalanya, bahunya bergetar. Penyesalan terpancar jelas dari setiap inci tubuhnya. Sungguh ironis. Seorang Kaisar yang dulu begitu berkuasa, kini hanya seorang pria tua yang merindukan pengampunan.

"Kau berdoa untuk pengampunanku?" aku bertanya, suaraku dingin dan datar. "Ketahuilah, Kaisar... Akulah dosa yang kau doakan setiap malam. Aku adalah bayangan masa lalu yang akan terus menghantuimu."

Kemudian, aku berbalik dan pergi, meninggalkan ia dalam kesunyian kamarnya. Takdir memang memiliki cara yang aneh untuk menyeimbangkan neraca keadilan. Aku tahu, penderitaannya abadi. Hukuman yang jauh lebih berat daripada kematian.

Di kejauhan, terdengar lolongan serigala.

Cinta dan dendam... dua sisi mata uang yang sama, dan malam ini, aku memilih untuk membayar hutang masa lalu dengan bunganya.

You Might Also Like: Supplier Kosmetik Tangan Pertama_18

OlderNewest

Post a Comment