TOP! Ratu Itu Menulis Surat Cinta, Tapi Mengirimkannya Bersama Racun.


Sepucuk Surat dan Setetes Racun

Malam itu, Istana Bulan Sabit terasa sunyi bagai kuburan. Hanya suara guqin dari kediaman Permaisuri Lan yang memecah keheningan. Melodi itu lirih, menyayat hati, senada dengan air mata yang diam-diam menetes di pipinya.

Di atas meja kayu cendana, tergeletak selembar kertas merah delima, aroma tinta cendana menguar lembut. Kata-kata terukir di sana, disusun dengan indah, bait demi bait pujian dan kerinduan. Surat cinta untuk Kaisar—suaminya, belahan jiwanya, dan juga pengkhianatnya.

Di samping surat itu, tergeletak sebuah botol kecil dari porselen putih. Cairan bening di dalamnya, racun TERKUAT dari pegunungan utara, cukup untuk mengakhiri kehidupan seorang raja.

Permaisuri Lan tahu. Ia tahu perselingkuhan Kaisar dengan Selir Mei, selir kesayangan yang licik bak ular. Ia tahu bisik-bisik di kalangan kasim tentang senyum palsu dan tatapan meremehkan yang diterimanya di belakang punggung.

Namun, ia memilih diam. Bukan karena lemah, TIDAK, bukan itu alasan sebenarnya.

Permaisuri Lan menyimpan sebuah RAHASIA. Rahasia yang lebih besar, lebih berbahaya daripada perselingkuhan Kaisar. Rahasia yang bisa mengguncang seluruh kerajaan. Rahasia yang terukir dalam garis keturunannya, dalam takdir yang mengikatnya dengan naga-naga kuno.

Ia menghela napas. Surat cinta itu sempurna, begitu pula racunnya. Ia tidak akan menggunakan kekerasan, tidak akan menumpahkan darah. Balas dendamnya akan lebih halus, lebih indah.

Permaisuri Lan mengambil kuas, mencelupkannya ke dalam tinta cendana, dan dengan gemetar menambahkan satu kalimat di akhir surat itu: "Semoga kebahagiaan senantiasa menyertaimu, Yang Mulia. Semoga... kita bertemu lagi di kehidupan selanjutnya."

Kemudian, dengan tangannya sendiri, ia menyegel surat itu dengan lilin merah, meneteskan sedikit racun ke atasnya, cukup untuk meresap tanpa terlihat.

Surat itu dikirim. Racun itu menunggu.

Beberapa bulan kemudian, Kaisar jatuh sakit. Dokter kekaisaran tidak mampu menemukan penyebabnya. Tubuhnya melemah, pikirannya linglung. Ia dihantui mimpi buruk tentang naga-naga yang marah dan tatapan dingin seorang wanita yang pernah dicintainya.

Permaisuri Lan, dengan senyum simpul di bibirnya, merawat Kaisar dengan penuh perhatian. Ia membacakan puisi, menyajikan makanan kesukaannya, dan diam-diam menyaksikan racun itu bekerja.

Kaisar meninggal. Penyebab kematiannya? Kegagalan organ dalam secara tiba-tiba. Tidak ada yang mencurigai Permaisuri Lan. Ia adalah istri yang berduka, yang kehilangan cintanya.

Namun, sebelum menghembuskan napas terakhir, Kaisar menggenggam tangan Permaisuri Lan, matanya memohon. "Aku... aku tahu," bisiknya lemah. "Rahasia... garis keturunanmu... maafkan aku..."

Permaisuri Lan membalas tatapannya, tanpa amarah, tanpa kebencian. Hanya ada kesedihan yang mendalam. Ia lalu berkata, "Takdir telah ditulis, Yang Mulia. Sekarang... istirahatlah dengan tenang."

Kaisar pergi.

Bertahun-tahun kemudian, kerajaan makmur di bawah kepemimpinan pewaris tahta yang bijaksana. Permaisuri Lan, yang kini bergelar Ibu Suri, sering terlihat di taman istana, bermain guqin di bawah sinar rembulan. Melodinya masih lirih, tetapi ada sedikit nada kemenangan di sana.

Dan inilah misterinya: Sebelum Kaisar meninggal, ia sempat menulis pesan rahasia di secarik kertas yang disembunyikannya di balik potret Permaisuri Lan. Pesan itu berbunyi: "Racun itu... BUKAN untukku. Tapi untuknya... sang pewaris..."

Kertas itu tak pernah ditemukan.

Apakah Permaisuri Lan tahu? Apakah racun itu benar-benar ditujukan untuk sang pewaris tahta, ataukah Kaisar hanya mengigau sebelum ajal menjemput?

Siapa yang benar-benar bermain-main dengan takdir?

Permaisuri Lan menatap langit malam, senyum tipis menghiasi bibirnya.


Ia tahu, meski takdir telah berbalik arah, kebenaran sesungguhnya... mungkin lebih pahit daripada racun itu sendiri.

You Might Also Like: Stunning Wildlife Pictures In Honor Of

Post a Comment